Jumat, 28 November 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi tidak lepas dari tujuan yang akan ia peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan proses untuk menuju tujuan yang ingin dicapainya menjadi bermacam-macam.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen.
Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam (Antonio, 2001). Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.
Dalam perbankan syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai prinsip bunga melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah.
Didalam makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah. Melihat pada bahasan singkat diatas penulis berminat untuk membahas lebih lanjut tentang konsep transaksi Mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi mudharabah ?
2.      Apasajakah dasar hukum mudharabah ?
3.      Apasajakah jenis-jenis mudharabah ?
4.      Apasajakah rukun dan syarat mudharabah ?
5.      Apasajakah ketentuan mudharabah ?
6.      Apasajakah ketentuan hukum mudharabah ?
7.      Bagaimanakah skema mudharabah ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi mudharabah.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum mudharabah.
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis mudharabah.
4.      Untuk mengetahui rukun dan syarat mudharabah.
5.      Untuk mengetahui ketentuan mudharabah.
6.      Untuk mengetahui ketentuan hukum mudharabah.
7.      Untuk mengetahui skema mudharabah.

1.4  Manfaat Penulisan
1.      Menjadi salah satu referensi pembelajaran mengenai mudharabah.
2.      Bahan pengetahuan tambahan terkait mudharabah.

1.5  Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi. Dimana sumber data diambil dari internet yaitu link resmi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

1.6  Sistematika Penulisan
BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi pembahasan mengenai mudharabah yaitu definisi mudharabah, dasar hukum mudharabah, jenis-jenis mudharabah, rukun dan syarat mudharabah, ketentuan-ketentuan mudharabah, dan skema mudharabah.
BAB III berisi kesimpulan.




BAB II
MUDHARABAH

2.1  Definisi Mudharabah
Dalam  rangka  mengembangkan  dan  meningkatkan  dana lembaga keuangan syari’ah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara  mudharabah, yaitu akad kerjasama  suatu  usaha  antara  dua  pihak  di  mana  pihak  pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak  kedua  (‘amil,  mudharib, nasabah)  bertindak  selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

2.2  Dasar Hukum Mudharabah
1.      Al-Quran
QS. al-Nisa’ [4]: 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai  orang  yang  beriman!  Janganlah  kalian  saling  memakan (mengambil)  harta  sesamamu  dengan  jalan  yang  batil,  kecuali dengan  jalan  perniagaan  yang  berlaku  dengan  sukarela  di antaramu…”.
QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
 Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
QS. al-Baqarah [2]: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ
 “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah  yang  dipercayai  itu  menunaikan  amanatnya  dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
2.      Al-Hadist
HR. Thabrani dari Ibnu Abbas
كَانَ سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ إِذَا دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَة اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا، وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا، وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ، فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ، فَبَلَغَ شَرْطُهُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ (عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَأَجَازَهُ (رواه الطبراني فى الأوسط عن ابن عباس
Abbas  bin  Abdul  Muthallib  jika  menyerahkan  harta  sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada  mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan  dan  tidak  menuruni  lembah,  serta  tidak membeli  hewan  ternak. Jika  persyaratan  itu  dilanggar,  ia (mudharib)  harus  menanggung resikonya. Ketika  persyaratan yang  ditetapkan  Abbas  itu  didengar  Rasulullah,  beliau membenarkannya.”
HR. Ibnu Majah dari Shuhaib
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ: البَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَخَلْطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صهيب)
Nabi  bersabda,  ‘Ada  tiga  hal  yang  mengandung berkah:  jual beli  tidak  secara  tunai,  muqaradhah  (mudharabah),  dan mencampur  gandum  dengan  jewawut  untuk  keperluan  rumah tangga, bukan untuk dijual.”
Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang  haram;  dan  kaum  muslimin  terikat  dengan  syarat-syarat mereka  kecuali  syarat  yang  mengharamkan  yang  halal  atau menghalalkan yang haram.”
HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id alKhudri.
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن أبي سعيد الخدري)
Tidak  boleh  membahayakan  diri  sendiri  maupun  orang  lain”
3.      Ijma’
Diriwayatkan,  sejumlah  sahabat  menyerahkan  (kepada orang,  mudharib harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada  seorang  pun  mengingkari mereka.  Karenanya,  hal  itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily,  al Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,1989, 4/838).
4.      Qiyas
Transaksi  mudharabah diqiyaskan  kepada  transaksi musaqah.
5.      Kaidah Fiqh
الأصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
“Pada  dasarnya,  semua  bentuk  muamalah  boleh  dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

2.3  Jenis-Jenis Mudharabah
1.      Mudharabah Muqayyadah
( Restricted Investment Account ), yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat dan batasan tertentu. Dimana shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted Investment Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharibmelanggar batasan-batasan ini, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
2.      Mudharabah Muthlaqah
( Unrestricted Investment account ), yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam bahasa Inggris, para ahli ekonomi Islam sering menyebut mudharabah muthlaqah sebagai Unrestricted Investment Account (URIA). Maka apabila terjadi kerugian dalam bisnis tersebut, mudharib tidak menanggung resiko atas kerugian. Kerugian sepenuhnya ditanggulangi shahibul mal.

2.4  Rukun Dan Syarat Mudharabah
1.      Penyedia  dana  (sahibul  maal)  dan  pengelola  (mudharib)
Semua pihak yang terlibat harus cakap hukum.
2.      Pernyataan  ijab  dan  qabul
harus  dinyatakan  oleh  para  pihak untuk menunjukkan  kehendak  mereka dalam  mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1.      Penawaran  dan  penerimaan  harus  secara  eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
2.      Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3.      Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3.      Modal
ialah  sejumlah  uang  dan/atau  aset  yang  diberikan  oleh penyedia  dana kepada  mudharib  untuk  tujuan  usaha  dengan syarat sebagai berikut:
1.      Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2.      Modal  dapat  berbentuk  uang  atau barang  yang  dinilai.  Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
3.      Modal  tidak  dapat  berbentuk  piutang  dan  harus  dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4.      Keuntungan  mudharabah
adalah  jumlah  yang  didapat  sebagai kelebihan  dari modal.  Syarat  keuntungan  berikut  ini  harus dipenuhi:
1.      Harus  diperuntukkan  bagi  kedua  pihak  dan  tidak  boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
2.      Bagian  keuntungan  proporsional  bagi  setiap  pihak  harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus  dalam  bentuk  prosentasi  (nisbah)  dari  keun-tungan sesuai  kesepakatan.  Perubahan  nisbah  harus  berdasarkan kesepakatan.
3.      Penyedia  dana  menanggung  semua  kerugian  akibat  dari mudharabah,  dan  pengelola  tidak  boleh  menanggung kerugian  apapun  kecuali  diakibatkan  dari  kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5.      Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib)
sebagai perimbangan (muqabil)  modal yang  disediakan  oleh  penyedia  dana,   harus memperhatikan hal-hal berikut:
1.      Kegiatan  usaha  adalah  hak  eksklusif  mudharib,  tanpa campur  tangan  penyedia  dana,  tetapi  ia  mempunyai  hak untuk melakukan pengawasan.
2.      Penyedia  dana  tidak  boleh  mempersempit  tindakan pengelola  sedemikian  rupa  yang  dapat  menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3.      Pengelola  tidak  boleh  menyalahi  hukum  Syari’ah  Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

2.5  Ketentuan Mudharabah
1.      Pembiayaan  Mudharabah  adalah  pembiayaan  yang  disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.      Dalam  pembiayaan  ini  LKS  sebagai  shahibul  maal  (pemilik dana)  membiayai  100  %  kebutuhan  suatu  proyek  (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3.      Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan  ditentukan  berdasarkan  kesepakatan  kedua  belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.      Mudharib  boleh  melakukan  berbagai  macam  usaha  yang  telah disepakati  bersama  dan  sesuai  dengan  syari’ah;  dan  LKS  tidak ikut  serta  dalam  managemen  perusahaan  atau  proyek  tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.      Jumlah  dana  pembiayaan  harus  dinyatakan  dengan  jelas  dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.      LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari  mudharabah  kecuali  jika  mudharib  (nasabah)  melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.      Pada  prinsipnya,  dalam  pembiayaan  mudharabah  tidak  ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS  dapat  meminta  jaminan  dari  mudharib  atau  pihak  ketiga. Jaminan  ini  hanya  dapat  dicairkan  apabila  mudharib  terbukti melakukan  pelanggaran  terhadap  hal-hal  yang  telah  disepakati bersama dalam akad.
8.      Kriteria  pengusaha,  prosedur  pembiayaan,  dan  mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.      Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10.  Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau  melakukan  pelanggaran  terhadap  kesepakatan,  mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

2.6  Ketentuan Hukum Mudharabah
1.      Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2.      Kontrak  tidak  boleh  dikaitkan  (mu’allaq)  dengan  sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3.      Pada  dasarnya,  dalam  mudharabah  tidak  ada  ganti  rugi,  karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat  dari  kesalahan  disengaja,  kelalaian,  atau  pelanggaran kesepakatan.
4.      Jika  salah  satu pihak  tidak menunaikan  kewajibannya atau jika terjadi  perselisihan  di  antara  kedua  belah  pihak,  maka penyelesaiannya  dilakukan  melalui  Badan  Arbitrasi  Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.7  Skema Mudharabah





Keterangan:
Pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib) untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian keduanya melakukan perjanjian bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi ditanggung pemilik dana.







BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Mudharabah, yaitu akad kerjasama  suatu  usaha  antara  dua  pihak  di  mana  pihak  pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak  kedua  (‘amil,  mudharib, nasabah)  bertindak  selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dasar hukum mudharabah ada al-quran, al-hadist, ijma’, qiyas, dan kaidha fiqh. Jenis-jenis mudharabah ada 2 yaitu mudharabah muqayyadah yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat dan batasan tertentu. dan mudharabah muthlaqah yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib tanpa syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Rukun dan syarat mudharabah ada 5 antara lain penyedia  dana  (sahibul  maal)  dan  pengelola  (mudharib) pernyataan  ijab  dan  qabul modal keuntungan  mudharabah kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib). Dan ada beberapa ketentuan terkait pembiayaan mudharabah. Skema mudharabah yaitu pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib) untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian keduanya melakukan perjanjian bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi ditanggung pemilik dana.



sumber data: http://www.dsnmui.or.id
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar