BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya
setiap manusia dalam aktifitasnya baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi
tidak lepas dari tujuan yang akan ia peroleh selepas aktifitas tersebut, dengan
berbagai macam perbedaan sudut pandang manusia terhadap esensi dari apa yang
hendak ia peroleh, maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan
proses untuk menuju tujuan yang ingin dicapainya menjadi bermacam-macam.
Islam sangat
menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan
bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan
sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan
hasilnya seratus persen.
Suatu
usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai
resiko untuk gagal Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan
salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian
Islam (Antonio, 2001). Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan
usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang
berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.
Dalam perbankan
syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai prinsip bunga
melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah ini dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu; al-musyarakah,
al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah.
Didalam
makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah. Melihat pada bahasan
singkat diatas penulis berminat untuk membahas lebih lanjut tentang konsep
transaksi Mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih
pihak dimana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi mudharabah ?
2.
Apasajakah dasar hukum mudharabah ?
3.
Apasajakah jenis-jenis mudharabah ?
4.
Apasajakah rukun dan syarat mudharabah ?
5.
Apasajakah ketentuan mudharabah ?
6.
Apasajakah ketentuan hukum mudharabah ?
7.
Bagaimanakah skema mudharabah ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi mudharabah.
2.
Untuk mengetahui dasar hukum mudharabah.
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis mudharabah.
4.
Untuk mengetahui rukun dan syarat mudharabah.
5.
Untuk mengetahui ketentuan mudharabah.
6.
Untuk mengetahui ketentuan hukum mudharabah.
7.
Untuk mengetahui skema mudharabah.
1.4
Manfaat Penulisan
1.
Menjadi salah satu referensi pembelajaran
mengenai mudharabah.
2.
Bahan pengetahuan tambahan terkait mudharabah.
1.5
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
dengan dokumentasi. Dimana sumber data diambil dari internet yaitu link resmi
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
1.6
Sistematika Penulisan
BAB I berisi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi pembahasan
mengenai mudharabah yaitu definisi mudharabah, dasar hukum mudharabah,
jenis-jenis mudharabah, rukun dan syarat mudharabah, ketentuan-ketentuan
mudharabah, dan skema mudharabah.
BAB III berisi kesimpulan.
BAB II
MUDHARABAH
2.1 Definisi Mudharabah
Dalam rangka
mengembangkan dan meningkatkan
dana lembaga keuangan syari’ah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya
kepada pihak lain dengan cara
mudharabah, yaitu akad kerjasama
suatu usaha antara
dua pihak di
mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS)
menyediakan seluruh modal, sedang pihak
kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak
selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
2.2 Dasar Hukum Mudharabah
1.
Al-Quran
QS.
al-Nisa’ [4]: 29:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang yang
beriman! Janganlah kalian
saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku
dengan sukarela di antaramu…”.
QS.
al-Ma’idah [5]: 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
QS.
al-Baqarah [2]: 283:
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ
أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai
itu menunaikan amanatnya
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
2.
Al-Hadist
HR. Thabrani
dari Ibnu Abbas
كَانَ سَيِّدُنَا الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَلِّبِ إِذَا
دَفَعَ الْمَالَ مُضَارَبَة اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ أَنْ لاَ يَسْلُكَ بِهِ بَحْرًا،
وَلاَ يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا، وَلاَ يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ،
فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ، فَبَلَغَ شَرْطُهُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ (عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
فَأَجَازَهُ (رواه الطبراني فى الأوسط عن ابن عباس
“Abbas bin Abdul
Muthallib jika menyerahkan
harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta
tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar,
ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya.”
HR. Ibnu Majah
dari Shuhaib
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ: البَيْعُ إِلَى أَجَلٍ، وَالْمُقَارَضَةُ، وَخَلْطُ
الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صهيب)
“Nabi
bersabda, ‘Ada tiga
hal yang mengandung berkah: jual beli
tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan jewawut
untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.”
Hadis Nabi
riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا
حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ
شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
ﹶ“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;
dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.”
HR, Ibnu Majah,
Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id alKhudri.
لاَضَرَرَ وَلاَضِرَارَ (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما
عن أبي سعيد الخدري)
“Tidak
boleh membahayakan diri
sendiri maupun orang
lain”
3.
Ijma’
Diriwayatkan, sejumlah
sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib harta anak yatim sebagai mudharabah
dan tak ada seorang pun
mengingkari mereka.
Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah
Zuhaily, al Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu,1989, 4/838).
4.
Qiyas
Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada
transaksi musaqah.
5.
Kaidah Fiqh
الأصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ
دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya,
semua bentuk muamalah
boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”
2.3 Jenis-Jenis Mudharabah
1.
Mudharabah Muqayyadah
( Restricted Investment
Account ), yaitu bentuk kerja sama antara dengan syarat-syarat dan batasan
tertentu. Dimana shahibul mal membatasi jenis usaha, waktu atau tempat usaha.
Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut Restricted
Investment Account. Batasan-batasan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan
modalnya dari resiko kerugian. Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si
mudharib. Apabila mudharibmelanggar batasan-batasan ini, maka ia harus
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul.
2.
Mudharabah Muthlaqah
( Unrestricted Investment
account ), yaitu bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib tanpa
syarat atau tanpa dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis. Dalam bahasa Inggris, para ahli ekonomi Islam sering menyebut
mudharabah muthlaqah sebagai Unrestricted Investment Account (URIA). Maka
apabila terjadi kerugian dalam bisnis tersebut, mudharib tidak menanggung
resiko atas kerugian. Kerugian sepenuhnya ditanggulangi shahibul mal.
2.4 Rukun Dan Syarat Mudharabah
1.
Penyedia
dana (sahibul maal)
dan pengelola (mudharib)
Semua pihak yang terlibat harus cakap hukum.
2.
Pernyataan
ijab dan qabul
harus
dinyatakan oleh para
pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
1.
Penawaran
dan penerimaan harus
secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).
2.
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat
kontrak.
3.
Akad dituangkan secara tertulis, melalui
korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3.
Modal
ialah
sejumlah uang dan/atau
aset yang diberikan
oleh penyedia dana kepada mudharib
untuk tujuan usaha
dengan syarat sebagai berikut:
1.
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2.
Modal
dapat berbentuk uang
atau barang yang dinilai.
Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai
pada waktu akad.
3.
Modal
tidak dapat berbentuk
piutang dan harus
dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai
dengan kesepakatan dalam akad.
4.
Keuntungan
mudharabah
adalah
jumlah yang didapat
sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini
harus dipenuhi:
1.
Harus
diperuntukkan bagi kedua
pihak dan tidak
boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
2.
Bagian
keuntungan proporsional bagi
setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu
kontrak disepakati dan harus dalam bentuk
prosentasi (nisbah) dari
keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan
nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
3.
Penyedia
dana menanggung semua
kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh
menanggung kerugian apapun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
5.
Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib)
sebagai perimbangan (muqabil) modal yang
disediakan oleh penyedia
dana, harus memperhatikan
hal-hal berikut:
1.
Kegiatan
usaha adalah hak
eksklusif mudharib, tanpa campur
tangan penyedia dana,
tetapi ia mempunyai
hak untuk melakukan pengawasan.
2.
Penyedia
dana tidak boleh
mempersempit tindakan pengelola sedemikian
rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3.
Pengelola
tidak boleh menyalahi
hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan
dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas
itu.
2.5 Ketentuan Mudharabah
1.
Pembiayaan
Mudharabah adalah pembiayaan
yang disalurkan oleh LKS kepada
pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.
Dalam
pembiayaan ini LKS
sebagai shahibul maal
(pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan
suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah)
bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3.
Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian
dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.
Mudharib
boleh melakukan berbagai
macam usaha yang
telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syari’ah;
dan LKS tidak ikut
serta dalam managemen
perusahaan atau proyek
tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.
Jumlah
dana pembiayaan harus
dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.
LKS sebagai penyedia dana menanggung semua
kerugian akibat dari mudharabah kecuali
jika mudharib (nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.
Pada
prinsipnya, dalam pembiayaan
mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak
melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini
hanya dapat dicairkan
apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang
telah disepakati bersama dalam
akad.
8.
Kriteria
pengusaha, prosedur pembiayaan,
dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10.
Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak
melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau
biaya yang telah dikeluarkan.
2.6 Ketentuan Hukum Mudharabah
1.
Mudharabah boleh dibatasi pada periode
tertentu.
2.
Kontrak
tidak boleh dikaitkan
(mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum
tentu terjadi.
3.
Pada
dasarnya, dalam mudharabah
tidak ada ganti
rugi, karena pada dasarnya akad
ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari
kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
4.
Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara kedua
belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.7 Skema Mudharabah
Keterangan:
Pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pengelola dana (mudharib)
untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian keduanya melakukan perjanjian
bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah. jika rugi ditanggung pemilik
dana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mudharabah,
yaitu akad kerjasama suatu usaha
antara dua pihak
di mana pihak
pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang
pihak kedua (‘amil,
mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi
di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Dasar hukum
mudharabah ada al-quran, al-hadist, ijma’, qiyas, dan kaidha fiqh. Jenis-jenis
mudharabah ada 2 yaitu mudharabah muqayyadah yaitu bentuk kerja sama antara
dengan syarat-syarat dan batasan tertentu. dan mudharabah muthlaqah yaitu
bentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudharib tanpa syarat atau tanpa
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Rukun dan
syarat mudharabah ada 5 antara lain penyedia
dana (sahibul maal)
dan pengelola (mudharib) pernyataan ijab
dan qabul modal keuntungan mudharabah kegiatan usaha oleh pengelola
(mudharib). Dan ada beberapa ketentuan terkait pembiayaan mudharabah. Skema
mudharabah yaitu pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada
pengelola dana (mudharib) untuk diolah dalam sebuah proyek/usaha. Kemudian
keduanya melakukan perjanjian bagi hasil. jika untung, dibagi sesuai nisbah.
jika rugi ditanggung pemilik dana.
sumber data: http://www.dsnmui.or.id
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
sumber data: http://www.dsnmui.or.id
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar